Sedikit Pembelaan Terhadap Tasawuf
Jika kata mereka Tasawuf bukan berasal dari Islam, maka saya katakan bahwa Tasawuf adalah salah satu rukun agama (الدين). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya Jibril 'alaihissalam:
يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ رواه مسلم
Setelah Jibril pergi Rasulullah SAW mengatakan kepada para Sahabat radhiyallahu 'anhum::
فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ
"Itulah Jibril, Beliau mendatangi kalian untuk mengajarkan kalian akan agama kalian."
Secara mantuq, sangat gamblang dari hadits di atas bahwa rukun agama yang diajarkan oleh Jibril 'alaihissalam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah iman, islam dan ihsan. Jika dari ketiganya ada yang kurang maka agama tidak sah sebab kehilangan salah satu rukunnya.
Tasawuf adalah ihsan yaitu bagaimana agar kita senantiasa berada dalam kondisi terus berada dalam naungan Allah ta'ala hingga seolah-olah kita melihat Allah dengan mata hati (المشاهدة) atau jika tidak sanggup maka sesungguhnya Allah Swt yang melihat kita ( المراقبة ).
Iman menjadi garapan ilmu Tauhid, Islam menjadi garapan ilmu Fikih dan begitu pula ihsan menjadi garapan ilmu Tasawuf, sebab Tasawuf adalah sebuah ilmu bagaimana agar hati kita senantiasa bersama Allah subhanahu wa ta'ala. Dan untuk mencapai itu kita diajarkan Tasawuf untuk berusaha melewati tangga-tangga sifat mahmudah (maqomat) seperti taubat, sabar, khauf, raja, shidiq, ikhlas, ridha, mahabbah dan syukur.
Jika kata mereka Tasawuf adalah ilmu baru dalam Islam yang hanya muncul di abad ketiga Hijriyah, dimana pada waktu itu seluruh ilmu dari Yunani dan Persia diserap oleh Islam hingga mereka mengatakan bahwa Tasawuf adalah ilmu asing. Maka saya katakan bahwa Tasawuf adalah ilmu yang sudah ada jauh-jauh hari sebelum ilmu-ilmu lain muncul yang diajarkan langsung oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabat radhiyallahu 'anuhm. Bahkan substansi Tasawuf telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam langsung kepada para sahabatnya.
Bukankah sabar dan ikhlas adalah mata kuliah pertama yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabat ketika para sahabat merasakan penderitaan yang luar biasa dari orang-orang Quraisy yang menolak keras risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengajarkan mahabbah (cinta) ketika menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar hingga mereka lebih mengutamakan orang lain daripada diri sendiri, sampai-sampai kaum Anshar rela memberikan harta-harta dan rumah-rumah bahkan istri-istri mereka kepada kaum Muhajirin. Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengajarkan bahwasanya cara bersyukur itu adalah dengan menggunakan nikmat Allah subhanahu wa ta'ala. tidak untuk memaksiati-Nya tetapi menggunakannya sesuai pada tempatnya. Jika kita telaah literatur-literatur Tasawuf, kita akan melihat substansinya tidak lain dan tidak lari dari taubat, khauf, ar-raja’, jujur, ikhlas, sabar, wara’, zuhud, ridha, tawakkal dan syukur, dll. Bukankah itu semua amalan-amalan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat beserta keluarganya radhiyallahu anhum.
Tasawuf berasal dari Islam sebagaimana ilmu-ilmu lainnya seperti Fikih, Nahwu, Sharaf, Tafsir dan Tauhid. Hanyasaja istilah Tasawuf dan pembukuannya baru muncul belakangan. Sebagaimana fikih baru dibukukan dan diistilahkan oleh imam kita yang empat di abad ke-2 H, dan Nahwu baru diistilahkan dan dibukukan oleh Sibawaih di abad ke-3 H, begitu pula Tasawuf baru diistilahkan dan dibukukan oleh ulama-ulama zuhud di abad ke-2 H. (Baca Al-Luma' fi Tarikh At-Tasawuf karya Imam Ath-Thusy) Bukankah istilah-istilah fiqh, nahwu, sharaf, tafsir dan tasawuf tidak ada yang dikenal di zaman Rasulullah Saw. sebagai sebuah disiplin ilmu?
Jika kata mereka di dalam Tasawuf banyak terdapat bid’ah dan penyisipan (dussah). Maka saya katakan bahwa di dalam ilmu-ilmu lainpun juga banyak terdapat bid’ah dan dussah. Bukankan para ulama fiqh banyak yang menjual fatwa kepada umat?. Bukankah ini ‘ainul bid’ah yang Rasulullah berserta para sahabat tidak pernah melakukannya dan sangat menyimpang dari ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Begitu juga dalam wilayah ilmu Tauhid, berapa banyak akidah-akidah bid'ah yang lahir dalam wilayah ilmu ini seperti mu’tazilah, murjiah, jabbariyah dan sebagainya.
Pun begitu pula ilmu Tafsir, banyak sekali dussah yang disisipkan berupa cerita-cerita israiliyat bathil yang sangat bertolak belakang dengan akidah islamiyyah. Ini terjadi karena banyaknya para rawi yang beristifadah terhadap ahlul kitab atau terhadap ahlul kitab yang sudah masuk Islam. Mereka menyisipkan kisah-kisah israiliyat dari keyakinan lama mereka, seperti mengatakan bahwasanya beberapa anbiya’ pernah melakukan maksiat, Daud 'alaihissalam mencintai istri panglimanya dan merencanakan pembunuhan kepada panglimanya, dan menisbahkan Yusuf 'alaihissalam terhadap hal-hal yang kotor dan keji, na’udzubillah. Sungguh sangat jauh para anbiya’ dari hal-hal yang demikian.
Maka begitu pulalah yang terjadi dalam ilmu Tasawuf, yang juga tidak selamat dari sisipan (dussah) dan penyimpangan (bid'ah) yang dilakukan bukan oleh para ulamanya, tetapi oleh orang-orang awam yang memang sudah sesat kian. Dan situasi seperti ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memburuk-burukkan Tasawuf dan ulama-ulamanya agar umat jauh dari Tasawuf sebab di dalamnya banyak terdapat inti dan semangat ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka menisbahkan istilah-istilah tertentu seperti hulul dan ittihad kepada ulama-ulama Tasawuf, bahwasanya Khaliq Swt adalah inti makhluk atau Allah masuk menempati jasad seorang hamba seperti yang terjadi pada Hallaj dan Ibnu Arabi. Padahal keduanya tidak pernah mengatakan demikian. (Silahkan baca kitab-kitab mereka seperti Futuhat Makkiyah, Futuhul Ghaib dan sebagainya, tidak akan ditemukan kalimat-kalimat yang demikian, jika ada, anda boleh potong telinga saya). Karena fitnah hulul dan Ittihad ini maka jutaan khazanah akhlaq dalam Tasawuf yang tependam dalam turats-turats dan dada para ulama dijauhi oleh umat.
Begitu pula orang-orang yang mengaku-ngaku bahwa dia ahli Tasawuf. Kemudian dia banyak melakukan bid’ah dan khurafat sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang awam yang tidak shalat dan mengaku telah wushul kepada Allah Swt. hingga tidak lagi ditaklif oleh syariat karena telah mendapatkan hakekatnya. Sungguh ini sangat jauh dari ajaran Tasawuf yang tidak pernah kita temukan sepatah kalimatpun di dalam literatur-literatur turatsnya untuk mengajarkan tidak shalat. Begitu pula Tasawuf di tanah air kita, juga tidak luput dari ulah para mubtadi’ dan pelaku khurafat yang mengaku-ngaku telah memperdalam ilmu kebathinan hingga mampu menangkap ribuan jin dan akhirnya ia menisbahkan dirinya kepada salah satu jamaah Tasawuf. Tasawuf sangat jauh...jauh...dari itu semua.
Ya Tasawuf di tanah air memang sangat memprihatinkan. Umat Islam di sana hanya mengenal bahwa bertasawuf adalah bersuluk, dan bersuluk adalah mengasingkan diri dalam beberapa hari tertentu dengan melakukan amalan-amalan zikir tertentu di tempat tertutup dan berkelambu. Jika sudah khatam maka mereka sudah dapat dikatakan telah mejalani kehidupan yang bertasawuf. Padahal maknanya lebih luas dari itu, suluk hanyalah salah satu bagian dari Tasawuf dan tidak lain adalah tarbiyah diri untuk menuju jalan kepada Allah Swt. Artinya suluk yang mereka pahami sangat sempit dan tidak tepat, sebab suluk lebih luas dari itu.
Tasawuf di tanah air juga ada yang mengenalnya dengan madrasah perdukunan dan pengobatan, sebab banyak sekali dukun dan tabib yang menisbahkan ilmunya sebagai hasil dari tasawuf versi mereka.
Terlebih-lebih di dunia akademis kampus tanah air lebih menyedihkan. Tasawuf lebih dikenal sebagai bagian dari ilmu filsafat, hanya saja para akademis itu mengistilahkannya dengan Tasawuf Falsafi. Mereka membaca turats-turats Tasawuf namun sangat disayangkan mereka hanya membaca terjemahannya, apakah itu terjemahan Inggris, Perancis atau sebagainya. Kemudian buku-buku terjemahan ini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia. Terjemahan bahasa Indonesia inilah yang telah diterjemahkan bukan dari sumber aslinya, dibaca oleh para akademis kita di tanah air. Maka jangan heran jika para akademis itu mengatakan bahwa Tasawuf mengajarkan kemiskinan kepada umat Islam dan Tasawuf adalah biang kerok keterpurukan umat Islam, sebab mereka membaca terjemahan, bahwa fakir dalam terjemahan mereka adalah miskin dan melarat. Padahal fakir dalam Tasawuf adalah iftiqar yaitu “ihtiyaj” (merasa butuh kepada Allah Swt.) karena kita memang tidak memiliki apapun. Allah SWT berfirman:
يا أيها الناس أنتم الفقراء إلى الله و الله هو الغني الحميد سورة فاطر: 15
Wallahu A’lam.
Al faqir ila 'afwi Rabbih
Muhammad Haris F. Lubis
0 Response to "Sedikit Pembelaan Terhadap Tasawuf"
Post a Comment